Oleh: Agus Nurhakim, MA., M.Pd.I
Zina yang dilakukan
oleh manusia dengan hewan sebagai pelampiasan nafsu syahwat atau seseorang itu
memiliki kelaian jiwa. Para ulama berbeda pendapat dalam membahas masalah ini.
Sebagai berikut :
Ibnu ‘abbas ra.
Menerangkan :
أَنَّ النَّبِيَّ صم قَالَ مَنْ
وَقَعَ عَلَي بَهِمَةٍ فَاقْتُلُوْهُ وَاقْتُلُوْا البَهِمَةَ.
Artinya: “Nabi SAW
bersabda : “barangsiapa yang menyetubuhi binatang, maka bunuhlah dia dan
bunuhlah binatang itu”. (HR. Ahmad, Abu Daus, At-Turmudzi)
Penjelasan: hadist ini diriwayatkan juga oleh Ibnu majah dan
An-Nasa’i. Menurut At-Turmudzi, hadist ini gharib. Hadist ini menyatakan bahwa
mereka yang menyetubuhi binatang, dibunuh bersama binatang tersebut. Para ulama
berbeda pendapat tentang hukuman terhadap mereka yang menyetubuhi binatang.
Menurut Asy-Syafi’i dijatuhkan hukuman had, demikian juga pendapat hadawiyah
dan Abu yusuf. Sedangkan Abu hanifah, imam malik dan Asy-Syafi’i dalam perdapat
yang lain, dihukum takzir saja.
Mengenai binatang yang disetubuhi itu ada yang mengharamkan dagingnya dan
hewan itu harus disembelih. Demikian pendapat Ali dan Asy-Syafi’i dalam sebuah
riwayat. Menurut golongan malikiyah, Asy-Syafi’i dalam pendapatnya yang lain,
Abu Hanifah dan Abu Yusuf hukum memakan dagingnya adalah makruh. Sedangkan
menurut Al-Bahar binatang yang disetubuhi itu harus disembelih walaupun
dagingnya bukan daging yang dimakan.
Hadist ini tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum bunuh
terhadap mereka yang menyetubuhi binatang, karena hadist ini Dhaif. Oleh
karenanya, saya memandang kuat pendapat Abu Hanifah yang menetapkan hukum
takzir bagi mereka yang menyetubuhi binatang.
Adapun zina sesama jenis (homoseks/lesbian), para ulama berbeda pendapat mengenai
cara hukuman yang ditimpakan kepada pelaku zina ini. Namun, mereka tetap
sependapat bahwa pelaku zina ini dihukum mati meskipun dia muhsan ataupun
ghoiru muhsan.
Ibnu ‘abbas RA menerangkan:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صم : مَنْ وَجَدُّ تُمُوْهُ
يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ فَاقْتُلُوْا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُوْلَ بِهِ.
Artinya: “Rasulullah
SAW bersabda: “bila kamu menemukan orang yang mengadakan hubungan sejenis
(perbuatan kaum luth), maka bunuhlah yang mengerjakannya serta pasangannya”.
(HR. Ahmad, At-Turmudzi, dan Ibnu Majah)
Penjelasan: diriwayatkan juga oleh Al-Hakim dan Al-baihaqi.
Menurut Al-Hafizh, para perawinya dapat dipercaya. Namun ada perbedaan pendapat
tentang hadist ini. Hadist ini menyatakan bahwa pasangan yang mengadakan
hubungan sejenis (lesbian,homoseks) keduanya dapat dihukum mati.
Diterangkan oleh Ibnu Thalla’ dalam ahkamnya bahwa tak ada hadist yang
shahih yang menetapkan bahwa mereka yang mengadakan hubungan sejenis (liwath)
dihukum mati.
Asy-Syafi’i berpegang kepada hadist yang menetapkan hukuman mati terhadap
si peliwath baik dia muhsan ataupun bukan.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman yang dijatuhkan kepada si
peliwath walaupun mereka sepakat bahwa liwath adalah suatu dosa besar.
Sebagian ulama menjatuhkan hukuman mati terhadap si peliwath, baik dia
muhsan ataupun bikr. Tentang cara pelaksanaan hukuman, ada yang dipancung
lehernya, kemudia dibakar. Demikian menurut Abu Bakar. Ada yang diruntuhkan
tembok ketubuhnya, ini pendapat umar dan utsman. Ibnu Abbas menyuruh si
peliwath dijatuhkan dari bangunan yang tinggi.
Diterangkan oleh Al-Baghawy bahwa Asy-Sya’bi, Ibnu Jarir, malik, Ahmad, dan
Ishaq menetapkan bahwa si peliwath dirajam. Jenis hukuman ini sama dengan
pendapat Asy-Syafi’i. Namun dalam pendapatnya yang lain, Asy-Syafi’i dan Abu
hanifah menetapkan bahwa si peliwath ditakzir.
Dengan hadist ini para ulama berhujjah, bahwa mereka yang berzina dengan
mahramnya atau melakukan hubungan sejenis harus dibunuh dan hartanya disita.
Selanjutnya, zina dengan mahramnya, Al-Barra ibn Azib RA menerangkan: :
لَقِيْتُ خَالِي, وَمَعَهُ الرَّايَةُ, فَقُلْتُ :
اَيْنَ تُرِيْدُ؟ فَقَالَ : بَعَثَنِي رَسُوْلُ اللهِ صم اِلَي رَجُلٍ تَزَوَّجَ
امْرَأَةَ أَبِيْهِ مِنْ بَعْدِهِ : أَنْ أَضْرِبَ عُنَقَهُ, وَاَخِذَ مَالَهُ
Artinya: “Saya
bertemu dengan saudara ibu yang sedang memegang panji. Saya bertanya : “hendak
kemana anda?” dia menjawab : “sayang disuruh Nabi menemui seorang laki-laki
yang mengawini istri ayahnya (ibu tirinya) sesudah sang ayah meninggal. Aku
disuruh memacung lehernya dan mengambil hartanya”. (HR. Ahmad, Abu Daud,
At-Turmudzi dan Ibnu Majah)
Penjelasan: Menurut At-Turmudzi hadist ini hasan. Sumbernya
banyak dan para perawinya juga shahih. Hadist ini menyatakan bahwa penguasa
dapat menjatuhkan hukuman mati terhadap mereka yang menentang syariat agama
yang qath’i (seperti mengawini ibu tiri sesudah sang ayah meninggal). Dan
menyatakan hukum takzir dapat sampai kepada derajat hukuman mati.
Terakhir, zina yang dilakukan oleh budak, Ali ibn thalib ra. Menerangkan :
اَرْسَلَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صم اِلَي أَمَةٍ لَهُ
سَوْدَاءَ زَنَتْ, لِأَجْلِدَهَا الْحَدَّ. قَالَ : فَوَجَدْتُهَا فْي دَمِهَا.
فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صم, فَأَخْبَرْتُهُ بِذَلِكَ, فَقَالَ لِي
اِذَاتَعَالَّتْ مِنْ نِفَاسِهَا فَاجْلِدْهَا خَمْسِيْنَ.
Artinya: “Rasulullah
SAW menyuruhku menemui seorang budak hitam milik nabi untuk mencambuknya,
karena dia berzina. Aku menjumpai dalam keadaan bernifas (habis melahirkan).
Aku kembali menemui nabi dan menyampaikan hal itu. Nabi berkata : “apabila
nifasnya berakhir, cambuklah dia 50 kali”. (HR. Abdullah ibn Ahmad)
Penjelasan: Hadist ini diriwayatkan oleh Abdullah ibn Ahmad
dalam Al-Musnad. Hadist ini dikuatkan oleh tindakan Umar yang dilakukan
didepan beberapa orang sahabat. Hadist ini menyatakan bahwa bila yang berzina
seorang budak perempuan dia dihukum dengan 50 kali cambukan.
Para ulama tidak membedakan antara budak laki-laki dengan budak perempuan.
Menurut Ibnu Abbas, budak laki-laki tidak dikenakan hukuman terkecuali jika dia
beristri. Pendapat Ibnu Abbas ini disetujui oleh Thawus, Atha’ dan Ibnu Juraid.
Jumhur ulama menyamakan budak laki-laki dengan budak perempuan sehingga jika
mereka dituduh berzina, apakah mereka bersuami atau tidak. Mereka hanya
dikenakan hukuman cambuk 50 kali. Hadist ini dengan jelas menyatakan bahwa
budak yang berzina hanya dihukum cambuk sebanyak 50 kali.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar