Home » , » Interaksi Sosial Muslim dan Non Muslim (Prinsip ke-4)

Interaksi Sosial Muslim dan Non Muslim (Prinsip ke-4)

Written By agus on Selasa, 10 November 2015 | 19.22


Oleh: Siti Khusnul Qurniawati, MA.


Prinsip berikutnya dalam interkasi sosial muslim dan non muslim adalah prinsip "keharmonisan hidup bersama". 
Pada dasarnya setiap penganut agama menuntut konsekuensi dari penganut agama yang bersangkutan. Konsekuensi yang dimaksudkan adalah bahwa setiap pemeluk agama harus terikat dan mengikatkan diri pada kaidah-kaidah agamanya itu. Dengan pengertian, pada hakikatnya penganut agama bukan terletak pada agamanya itu sendiri, tetapi pada bagaimana seharusnya ia dengan agama yang ia anut itu.
Agama akan kehilangan fungsi, bila penganutnya hanya mencurahkan perhatian kepada ilmu agama saja, sehingga kehidupan penganut agama tersebut kehilangan nilai dan makna. Tujuan agama tidak lain adalah untuk menjadikan kehidupan penganutnya bernilai dan bermakna. Dengan kata lain, bila manusia hidup tanpa agama, berarti ia hidup tanpa nilai dan makna.
Manusia dengan keterbatasannya mempunyai masalah yang serba kompleks dan penuh dinamika dalam menjalankan interaksi sosial. Dalam memelihara keharmonisan hubungan antar sesamanya belum tentu berjalan dengan lancar.
Mewujudkan keharmonisan dalam pergaulan hidup antar umat beragama merupakan bagian usaha menciptakan kemaslahatan umum serta kelancaran hubungan antar manusia yang berlainan agama, sehingga setiap golongan umat beragama dapat melaksanakan bagian dari tuntutan agamanya masing-masing.
Keharmonisan yang berpegang kepada prinsip masing-masing agama menjadikan setiap golongan umat beragama sebagai golongan terbuka, sehingga memungkinkan dan memudahkan untuk saling berhubungan. Bila anggota dari suatu golongan umat beragama telah berhubungan baik dengan anggota dari golongan agama-agama lain, akan terbuka kemungkinan untuk mengembangkan hubungan berbagai bentuk kerja sama dalam bermasyarakat dan bernegara.
Di antara tujuan terciptanya keharmonisan hidup antar umat beragama adalah:
1.         Memelihara Eksistensi Agama
Dalam bahasa Arab, agama disebut ad-din yang berarti taat, patuh. Selain itu, istilah agama juga dapat diambil dari kata ad-dain yang berarti hutang. Agama milik Allah, agama milik Tuhan yang Maha Esa yang diamanatkanNya kepada manusia dengan ketentuan; manusia harus menjaga dan memelihara amanat yang dipercayakan Tuhan.
Ad-din mengandung pengertian, bahwa setiap orang yang beragama (Islam) berkewajiban melaksanakan perintah dan menjauhi larangan agamanya. Ad-dain mengandung pengertian, bila pemeluk agama itu telah taat dan patuh terhadap agamanya, berarti ia tidak membayar hutangnya kepada Tuhannya. Jika tidak, ia akan dituntut di hari kiamat nanti.

2.         Mewujudkan Masyarakat Religius
Secara etimologis kata masyarakat pada mulanya berasal dari bahasa Arab yaitu “musyarakah” yang berarti kerja sama. Masyarakat adalah sekelompok orang yang bersama-sama mengadakan persatuan untuk mencapai maksud dan tujuan bersama. Kedua kata ini masih dalam bentuk pengertian umum dan belum memberikan pengertian yang jelas. Namun bila kata ini dilengkapi dengan “religius” atau agama, maka mempunyai arti dan pengertian yang jelas. Masyarakat religius yang dimaksud di sini adalah masyarakat yang menghayati, mengamalkan dan menjadikan agamanya itu sebagai pegangan dan tuntutan hidup, berbuat dan bertingkah laku berdasarkan dan sesuai dengan garis-garis yang telah ditentukan dalam agamnya masing-masing.
Keharmonisan hidup umat beragama bukan berarti melebur kepada satu totalitas dengan menjadikan agama-agama yang ada itu sama. Namun dengan keharmonisan dimaksudkan agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam pergaulan antara masyarakat yang berlainan agama. urgensi keharmonisan adalah mewujudkan kesatuan pandangan dan kesatuan sikap, guna melahirkan kesatuan perbuatan dan tindakan serta tanggung jawab bersama, sehingga tidak ada pihak yang melepaskan diri dari tanggung jawab atau menyalahkan pihak lain.
Dengan keharmonisan, umat beragama menyadari bahwa masyarakat dan negara adalah milik bersama dan menjadi tanggung jawab bersama untuk memeliharanya. Oleh karena itu, keharmonisan hidup umat beragama bukanlah keharmonisan sementara, tetapi keharmonisan hakiki ang dilandasi dan dijiwai oleh agama masing-masing.
Jika kita perhatikan dalam sejarah Islam, Rasulullah Saw dan para sahabat telah merealisasikan prinsip keharmonisan hidup untuk non muslim, menjunjung tinggi hak-hak asasi non muslim yang berada di bawah kekuasaannya, mencegah segala bentuk kezaliman terhadap mereka dan memperhatikan setiap keluhan yang datang dari mereka.
Umar bin al-Khattab misalnya,seringkali bertanya kepada orang-orang yang datang dari daerah yang jauh dari ibukota Madinah tentang keadaan non muslim karena beliau khawatir ada di antara kaum muslim yang melakukan tindakan kezaliman terhadap mereka. Kepada Abu ‘Ubaid, ‘Umar bin al-Khattab pernah berpesan: “Cegahlah kaum muslim dari berbuat zalim kepada orang-orang non muslim, mengganggu atau memakan harta mereka kecuali dengan cara-cara yang benar.”
Fakta lain menyebutkan, suatu ketika ‘Umar bin al-Khattab berjumpa dengan seorang Yahudi berusia lanjut yang sedang mengemis. Ketika ditanya mengapa ia mengemis, orang tua dari kalangan Yahudi tersebut manjawab bahwa usia yang sudah tua dan kebutuhannyalah yang telah mendesaknya melakukan hal tersebut. ‘Umar segera membawa pengemis Yahudi tersebut kepada bendahara bait al-mal dan menginstruksikannya agar orang tua tersebut dan orang-orang lain sepertinya mendapatkan sejumlah uang dari bat al-mal yang cukup baginya dan dapat memperbaiki keadaannya. ‘Umar berkata: “Kita telah bertindak tidak adil terhadapnya, menerima pembayaran jizyah darinya di kala masih muda, kemudian menelantarkannya pada saat dia berusia lanjut.”
Lebih dari itu bahkan ketika detik-detik terakhir kehidupan ‘Umar bin al-Khattab akibat ditikam Abu Lu’lu’ah, seorang penganut agama Yahudi, ‘Umar tidak menaruh dendam, akan tetapi justru berpesan kepada calon khalifah penggantinya: “Aku berpesan kepada khalifah sepeninggalanku agar memperlakukan non muslim dengan sebaik-baiknya. Memenuhi janji kepada mereka dan tidak membebani mereka dengan suatu (kewajiban) di luar batas kemampuan mereka.”
Beberapa kisah di atas menunjukkan hubungan damai dan erat antara nabi Muhammad Saw dan para sahabat terhadap orang-orang non muslim. Hal ini dapat terjadi karena dalam berhubungan dengan komunitas-komunitas non muslim, nabi Muhammad Saw selalu menempuh jalan damai, sepanjang komunitas non muslim itu tidak pernah memusuhi Islam dan kaum muslim. Selama sepuluh tahun memimpin kehidupan bersama di Madinah, tidak pernah terjadi perang dengan penganut paganisme yang hidup di Masinah, karena kelompok-kelompok penganut paganisme di Madinah tidak memusuhi kaum muslimin. Dan kelompok-kelompok Yahudi yang diperangi adalah bukan karena perbedaan agama dan bukan karena mereka tidak mau masuk Islam, akan tetapi karena secara politis mereka memusuhi umat Islam.
Contoh peristiwa senada, baik yang terjadi pada masa Nabi Saw maupun pada masa Khulafa’ ar-Rasyidun masih begitu banyak. Hal yang terpenting yang dapat dicatat adalah bahwa Islam benar-benar terbukti memberi perlindungan hukum, keadilan dan kasih sayang kepada orang-orang non muslim khususnya yang menjadi warga di negara komunitas Islam.
Wallahu a'lam
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HUKUM ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger