Home » , » Interaksi Sosial Muslim dan Non Muslim (Prinsip ke-3)

Interaksi Sosial Muslim dan Non Muslim (Prinsip ke-3)

Written By agus on Selasa, 10 November 2015 | 19.11



Oleh: Siti Khusnul Qurniawati, MA.
Prinsip seanjutnya adalah prinsip "saling menghargai dan menghormati".
Penghargaan dan penghormatan adalah sesuatu yang sangat dipelihara sekaligus diidamkan oleh setiap individu. Sebab tidak ada seorang pun yang tidak ingin dihargai atau dihormati, walaupun ia dikenal sebagai penjahat sekalipun. Oleh karena itu harus ada kesadaran dalam diri kita untuk membangun sikap kebajikan sebagai bentuk tanggung jawab pribadi masyarakat. Penghargaan dan penghormatan seharusnya diberikan atas dasar ketulusan, bahkan harus lahir dari lubuk hati yang paling dalam sebagai cerminan dari iman. Sebab Rasulullah SAW menegaskan: “Telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas radhiyallahu’anhu, dari Rasulullah Saw bersabda: Tidak beriman seseorang sehingga ia mencintai orang lain, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)
Kata “mencintai” di sini tentu saja tidak cukup hanya sebagai ungkapan hati; akan tetapi lebih mengarah kepada sikap dan ucapan. Artinya. Sebagai wujud kecintaan kepada orang lain akan menuntut untuk memperlakukan orang lain itu dengan sikap yang terbaik seperti ia memperlakukan dirinya sendiri.
Dalam kaitan ini dapat dipahami dari firman Allah SWT: ”dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (al-Qashash/28: 77)
Redaksi yang digunakan ayat ini adalah “sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu” bukan “sebagaimana orang lain berbuat baik kepadamu”. Sebab, membalas kebaikan, penghargaan dan penghormatan orang lain kepada diri kita pada hakikatnya bukanlah yang harus dibanggakan, karena yang demikian itu merupakan sikap standar yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Inilah sikap adil itu. Akan tetapi Al-Qur’an mengajarkan lebih dari itu, yakni mengembangkan sikap kebajikan, memberikan penghargaan dan penghormatan tanpa melihat apakah pihak yang kita hargai dan hormati itu pernah berjasa kepada kita atau tidak; dia juga tidak melihat apakah pihak lain itu satu suku, ide, mazhab atau satu agama atau tidak, sebab yang kita lihat hanyalah Allah SWT.
Saling menghormati dan melindungi adalah sikap dan perilaku yang luhur dan mulia, hal ini juga diajarkan oleh Nabi SAW pada seluruh umat manusia agar dalam kehidupan ini terasa indah dan menyejukkan, tercipta kedamaian dan ketenteraman.
Tidak heran ketika Nabi SAW mendengar terjadi pembunuhan terhadap non muslim yang dilakukan oleh orang Islam, Rasulullah Saw sangat marah dan beliau bersabda dalam hadits riwayat Ibnu ‘Umar sebagai berikut: “Telah menceritakan kepada kami Qais bin Hafsh, telah menceritakan kepada kami Abd al-Wahid, telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin ‘Amr, telah menceritakan kepada kami Mujâhid, dari Abdullah bi ‘Amr radhiyallahu’anhu, dari Nabi Saw bersabda: “Barangsiapa yang membunuh (orang yang mengadakan perjanjian (dzimmi), maka ia tidak akan mendapati bau surga, sedangkan bau surga itu dapat dicium sejauh perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Al-Bukhari)
Nabi SAW juga mempertegas kembali dengan sabda beliau yang lain, bahwa jikalau ada orang muslim yang melakukan pembunuhan kepada non muslim secara semena-mena tanpa adanya alasan yang dibenarkan, maka surga akan enggan untuk menerimanya, sebagaimana dalam sabda beliau: “Dari Ibnu ‘Umar dia berkata: Nabi Saw bersabda: Barangsiapa yang telah membunuh non muslim tanpa alasan yang benar, maka Allah benar-benar melarang baginya masuk surga.” (HR. Ibnu ‘Umar).
Sungguh, yang demikian merupakan kebaikan yang memiliki nilai yang sangat tinggi, yang di dalam Al-Qur’an dikenal dengan istilah ihsan, dan sikap inilah yang dicintai Allah SWT (waallahu yuhibbul muhsinin). Oleh karena itu Islam juga menganggap bahwa kebaikan apa pun yang kita berikan kepada orang lain pada hakikatnya, kita berbuat baik untuk diri kita sendiri. Allah SWT berfiman: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.” (al-Isra/17: 7)
Oleh sebab itu, seseorang tidak dapat menuntut orang lain agar memperlakukan dirinya dengan baik, sebelum ia terlebih dahulu menunjukkan penghormatan dan penghargaan kepada orang tersebut.
Bahkan dalam konteks pergaulan antar umat beragama, Islam memandang bahwa sikap tidak menghargai, tidak menghormati bahkan melecehkan penganut agama lain, termasuk penghinaan terhadap simbol-simbol agama mereka telah dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap Allah SWT. Allah SWT berfirman: “dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (al-An’am/6: 108)
Ayat ini memiliki keterkaitan dengan perintah untuk berpaling dari kaum musyrik. Namun bukan berarti berpaling dari berdakwah, akan tetapi berpaling dari mencaci maki, menghina dan merendahkan mereka. Sebab, sikap ini berbalik kepada pelecehan terhadap Allah Swt dan rasulNya. Sementara yang dimaksud dengan sabb adalah setiap perkataan yang mengandung penghinaan dan pelecehan. Oleh karena itu termasuk sabb jika ucapan itu dimaksudkan untuk meluruskan pemikiran dan akidahnya yang salah, walaupun dengan skap penghargaan. Juga tidak termasuk sabb perilaku sesat yang dilakukan oleh para penentang agama.
Ayat ini juga menegaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar terkadang menjadi kontraproduktif atau menimbulkan kemungkaran , apabila seseorang tidak memberikan penjelasan secara benar dan tepat.
Bahkan menurut para ulama tindakan pelecehan terhadap ajaran agama lain, termasuk simbol-simbol agama adalah haram. Dan dampak sosial dari perbuatan tersebut akan lahir sikap saling membenci dan mencurigai, yang membuat kita tidak dapat hidup berdampingan secara damai.
Wallahu a'lam
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HUKUM ISLAM - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger