Oleh: Siti Khusnul Qurniawati, MA.
Prinsip seanjutnya adalah prinsip "saling menghargai dan menghormati".
Penghargaan dan penghormatan adalah sesuatu yang sangat dipelihara sekaligus diidamkan oleh setiap individu. Sebab tidak ada seorang pun yang tidak ingin dihargai atau dihormati, walaupun ia dikenal sebagai penjahat sekalipun. Oleh karena itu harus ada kesadaran dalam diri kita untuk membangun sikap kebajikan sebagai bentuk tanggung jawab pribadi masyarakat. Penghargaan dan penghormatan seharusnya diberikan atas dasar ketulusan, bahkan harus lahir dari lubuk hati yang paling dalam sebagai cerminan dari iman. Sebab Rasulullah SAW menegaskan: “Telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas radhiyallahu’anhu, dari Rasulullah Saw bersabda: Tidak beriman seseorang sehingga ia mencintai orang lain, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)
Penghargaan dan penghormatan adalah sesuatu yang sangat dipelihara sekaligus diidamkan oleh setiap individu. Sebab tidak ada seorang pun yang tidak ingin dihargai atau dihormati, walaupun ia dikenal sebagai penjahat sekalipun. Oleh karena itu harus ada kesadaran dalam diri kita untuk membangun sikap kebajikan sebagai bentuk tanggung jawab pribadi masyarakat. Penghargaan dan penghormatan seharusnya diberikan atas dasar ketulusan, bahkan harus lahir dari lubuk hati yang paling dalam sebagai cerminan dari iman. Sebab Rasulullah SAW menegaskan: “Telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas radhiyallahu’anhu, dari Rasulullah Saw bersabda: Tidak beriman seseorang sehingga ia mencintai orang lain, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari)
Kata
“mencintai” di sini tentu saja tidak cukup hanya sebagai ungkapan hati; akan
tetapi lebih mengarah kepada sikap dan ucapan. Artinya.
Sebagai wujud kecintaan kepada orang lain akan menuntut untuk memperlakukan
orang lain itu dengan sikap yang terbaik seperti ia memperlakukan dirinya sendiri.
Dalam kaitan ini dapat dipahami
dari firman Allah SWT: ”dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
(al-Qashash/28: 77)
Redaksi
yang digunakan ayat ini adalah “sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu” bukan
“sebagaimana orang lain berbuat baik kepadamu”. Sebab, membalas kebaikan,
penghargaan dan penghormatan orang lain kepada diri kita pada hakikatnya
bukanlah yang harus dibanggakan, karena yang demikian itu merupakan sikap
standar yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Inilah sikap adil itu. Akan
tetapi Al-Qur’an mengajarkan lebih dari itu, yakni mengembangkan sikap
kebajikan, memberikan penghargaan dan penghormatan tanpa melihat apakah pihak
yang kita hargai dan hormati itu pernah berjasa kepada kita atau tidak; dia juga
tidak melihat apakah pihak lain itu satu suku, ide, mazhab atau satu agama atau
tidak, sebab yang kita lihat hanyalah Allah SWT.
Saling menghormati dan melindungi adalah sikap dan perilaku yang luhur dan
mulia, hal ini juga diajarkan oleh Nabi SAW pada seluruh umat manusia agar
dalam kehidupan ini terasa indah dan menyejukkan, tercipta kedamaian dan
ketenteraman.
Tidak heran ketika Nabi SAW mendengar terjadi pembunuhan terhadap non
muslim yang dilakukan oleh orang Islam, Rasulullah Saw sangat marah dan beliau
bersabda dalam hadits riwayat Ibnu ‘Umar sebagai berikut: “Telah
menceritakan kepada kami Qais bin Hafsh, telah menceritakan kepada kami Abd al-Wahid,
telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin ‘Amr, telah menceritakan kepada
kami Mujâhid, dari Abdullah bi ‘Amr radhiyallahu’anhu, dari Nabi Saw bersabda:
“Barangsiapa yang membunuh (orang yang mengadakan perjanjian (dzimmi), maka ia
tidak akan mendapati bau surga, sedangkan bau surga itu dapat dicium sejauh perjalanan
empat puluh tahun.” (HR. Al-Bukhari)
Nabi SAW juga
mempertegas kembali dengan sabda beliau yang lain, bahwa jikalau ada orang
muslim yang melakukan pembunuhan kepada non muslim secara semena-mena tanpa
adanya alasan yang dibenarkan, maka surga akan enggan untuk menerimanya,
sebagaimana dalam sabda beliau: “Dari Ibnu ‘Umar dia berkata: Nabi Saw
bersabda: Barangsiapa yang telah membunuh non muslim tanpa alasan yang benar,
maka Allah benar-benar melarang baginya masuk surga.” (HR.
Ibnu ‘Umar).
Sungguh, yang demikian
merupakan kebaikan yang memiliki nilai yang sangat tinggi, yang di dalam Al-Qur’an
dikenal dengan istilah ihsan, dan sikap inilah yang dicintai Allah SWT (waallahu
yuhibbul muhsinin). Oleh karena itu Islam
juga menganggap bahwa kebaikan apa pun yang kita berikan kepada orang lain pada
hakikatnya, kita berbuat baik untuk diri kita sendiri. Allah SWT berfiman: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu
berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan)
itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang
kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan
mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali
pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.”
(al-Isra/17: 7)
Oleh sebab
itu, seseorang tidak dapat menuntut
orang lain agar memperlakukan dirinya dengan baik, sebelum ia terlebih dahulu
menunjukkan penghormatan dan penghargaan kepada orang tersebut.
Bahkan dalam konteks
pergaulan antar umat beragama, Islam memandang bahwa sikap tidak menghargai,
tidak menghormati bahkan melecehkan penganut agama lain, termasuk penghinaan
terhadap simbol-simbol
agama mereka telah dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap Allah SWT. Allah
SWT berfirman: “dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia
memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (al-An’am/6:
108)
Ayat ini memiliki
keterkaitan dengan perintah untuk berpaling dari kaum musyrik. Namun bukan
berarti berpaling dari berdakwah, akan tetapi berpaling dari mencaci maki,
menghina dan merendahkan mereka. Sebab, sikap ini berbalik kepada pelecehan terhadap
Allah Swt dan rasulNya. Sementara yang dimaksud dengan sabb adalah
setiap perkataan yang mengandung penghinaan dan pelecehan. Oleh karena itu
termasuk sabb jika ucapan itu dimaksudkan untuk meluruskan pemikiran dan
akidahnya yang salah, walaupun dengan skap penghargaan. Juga tidak termasuk sabb
perilaku sesat yang dilakukan oleh para penentang agama.
Ayat ini juga
menegaskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar
terkadang menjadi kontraproduktif atau menimbulkan kemungkaran , apabila seseorang
tidak memberikan penjelasan secara benar dan tepat.
Bahkan menurut para
ulama tindakan pelecehan terhadap ajaran agama lain, termasuk simbol-simbol
agama adalah haram. Dan dampak sosial dari perbuatan tersebut akan lahir sikap
saling membenci dan mencurigai, yang membuat kita tidak dapat hidup
berdampingan secara damai.
Wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar